Balada Skripsi
Welcome to Cay Stories
...
Life is like a piece of martabak, every part has its own taste.
Hidup itu kaya sepotong martabak, setiap bagiannya punya rasa masing-masing. Kadang manis, kadang asin, kadang hambar, dan kadang pahit kalo lagi gosong.
Setelah kemarin ngomongin wisuda, kali ini gue akan tulis tentang skripsi. Kebalik yak, harusnya skripsi dulu baru wisuda. Yaudalah ya, suka-suka penulisnya aje. Yegaaak.
Well, gue mau live report sedikit tentang keadaan di tempat gue nulis sekarang ini. Jam menunjukkan pukul 12.45 dan harusnya gue udah perjalanan ke kantor. Tapi karena hujan deras gue urungkan niat itu. Semoga sih ngga lama lagi hujannya reda.
Ngomong-ngomong tentang skripsi, gue ngga tahu harus memulainya darimana. Skripsi yang menurut sebagian mahasiswa itu adalah momok yaa, gue setuju sih. Dulu.
Duluuu banget sebelum gue menemukan cara untuk menaklukannya. Skripsi ini semacem goal gue setelah gue mencoba untuk bertahan di dalam jebakan batman. Waktu itu, yang ada di benak gue cuma gue harus segera ngelarin skripsi dan segera out dari jurusan yang bikin mata kriting ini.
Sebelumnya, gue cerita dulu. Gue kuliah di jurusan Sastra Jepang Universitas Diponegoro. Alhamdulillah, gue lolos SNMPTN Undangan pakai nilai rapor (waktu itu). Awalnya gue ngasal aja, karena ngga begitu ngerti kuliah itu seperti apa dan memiliki niat untuk memperdalam bahasa asing. Akhirnya gue milih jurusan Sastra Jepang dan Sastra Inggris di Unnes dan Undip. Dan yang ketrima ternyata Sasjep Undip. Waw. Waktu itu gue berasa amazing sama diri sendiri. Ngga nyangka aja bisa masuk kampus segede ini dan yang sering digadang-gadang jadi kampus terfavorit di Jawa Tengah. Apa iya (?)
Awalnya gue cukup yakin dengan pilihan dari jaman SD untuk masuk Unnes. Tapi Raihan bilang harus pilih dua Univ. Yauda, Undip jadi pilihan gue karena emang ngga boleh jauh-jauh dari Semarang. Di luar ekspektasi sebenernya. Karena gue udah mantep bakalan ketrima di Unnes. Eh tahunya 'langit' berkehendak lain. Tapi apapun itu, gue tetap bersyukur karena mungkin ada banyak orang yang ngga seberuntung gue hari itu.
Termasuk Raihan, untuk kedua kalinya gue melihat gurat kekecewaan di wajahnya malam itu. Karena Raihan belom bisa lolos lewat SNMPTN Undangan dan akhirnya dia lolos lewat SNMPTN Tulis.
Dan suatu hari gue inget, Raihan pernah ngomong hal ini :
'Kayanya kita emang jodoh deh, Cay. Coba pikirin, hal apa yang ngebuat kita pisah? Satu SMA, sekarang satu kampus'.
Lagi-lagi, hari itu gue masih biasa aja. Ngga ada sesuatu yang ganjal dan ulu hati gue ngga nyeri.
...
Singkat cerita, setelah menjalani perkuliahan selama kurang lebih tujuh semester masuklah ke tahap untuk pembuatan skripsi. Sebelumnya, kita diminta untuk membuat proposal. Semacam pengajuan judul gitu untuk nanti skripsi yang akan kita garap.
Waktu itu, gue sama sekali ngga ada bayangan tentang judul skripsi. Jangankan judul, tema yang mau dibahas aja belum kepikiran.
Satu-satunya hal yang cukup gue ngerti waktu itu adalah Fujita Maiko. Yang merupakan seorang penyanyi asal Jepang. Nothing special sih. Ya penyanyi aja. Tapi gue paksain aja dia jadi special dan layak buat dijadikan skripsi.
Awalnya, di proposal dosen sempet hantai alias menolak. Tapi kemudian di dosen pembimbing asli, gue nyobain buat kembali mengajukan judul yang sama dengan topik yang sama pula. Cuma ada tambahan pembahasan dikit. Yang tadinya cuma satu jadi dua pembahasan. Alhamdulillah, ibu dosbing acc.
Dan dimulailah segala drama balada Skripsi Cayacaya.
Gue emang kuliah di Sastra Jepang, tapi gue ngga handal di jurusan itu. Ngga kaya anak lainnya yang uda expert nentuin tema ini dan itu. Tentang budaya ini dan itu. Mereka semua udah punya bayangan masing-masing bakal jadiin skripsinya seperti apa. Sedangkan gue stuck. Sempet nyesel sih kenapa pas kuliah apatis. Ketika semua orang sudah punya judul yang eye catchy untuk diajukan, gue masih bingung. Jadi mau ngga mau yang jadi proposal gue ajuin lagi.
Alhamdulillah, dosen sebenarnya acc.
....
Dalam proses pembuatan skripsi, guepun masih ilang-ilangan. Setelah hampir dua bulan menghilang, guepun dipanggil sensei untuk menyerahkan apapun yang uda gue siapin. Ya sudah, bismillah aja proposal yang ngga pernah diutak atik itu yang gue serahin.
Selang beberapa hari, gue dipanggil lagi. Gue kira bakal dihantai lagi dong. Eh tahunya beliau acc dan cuma minta perbaikan di beberapa part. Rasanya senang sekali. Ketika yang lain bilang ngga pernah ada kepastian, hari itu gue bilang ke diri sendiri 'bukan dosen yang ngasih kepastian ke mahasiswa, tapi mahasiswa yang harus aktif memastikan nasibnya sendiri'.
Menurut hemat gue, kelulusan kuliah itu bener-bener bergantung dari diri kita sendiri. Ngga peduli dulu IPK 3.9 atau 4 sekalipun. Kalo kalian ngga ada niat untuk meluluskan diri ya ngga bisa. Dosen akan kooperatif kalo kita juga kooperatif. Buat apa dia ngelulusin mahasiswanya yang sama tanggung jawab dirinya sendiri aja males?
....
Setelah dipanggil dan bisa dikatakan bimbingan pertama, gue merasa sudah ada sedikit bayangan langkah apa yang harus gue ambil. Percayalah, stuck di kamar kost tanpa konsultasi dengan dosen hanya akan menunda kelulusan. Kalo ngga ngerti ya nanya di jam bimbingan. Kalo ngga sabar ya samperin dengan cara yang sopan. Dosen akan senang dengan cara-cara seperti itu. Dan satu lagi, jangan merasa kalo skripsi kalian paling susah, dosen kalian paling ribet, ribuan bahkan ratusan atau jutaan mahasiswa lainnya di Indonesia juga mengalami hal yang sama. Dan mereka lulus. Jadi kalian juga harus bisa.
Selama proses pembuatan skripsi, mood gue pun naik turun. Ya karena gue juga tipikal seseorang yang moodyan. Menulis hanya berdasarkan mood. Oke itu ngga bagus sih. Tapi ya gimana, ngga bisa dipaksa daripada akhirnya gue nulis sesuatu yang penulisnya sendiripun ngga paham. Tapi waktu itu entah darimana datangnya gue punya 'another' support system yang cukup berpengaruh. Ya, setiap orang pasti punya support systemnya masing-masing.
Orang tua pastilah, sahabat iya. Sodara? Belum tentu. Eh iya juga ding, dengan nyinyiran mereka gue jadi semangat. Wkwkwkwk
Sebut saja orang ini Ubay. Gue biasa manggil dia Ubay. Ngga tahu juga gimana cara kenalnya, yang pasti gue cuma pernah ketemu dia sekali waktu study banding ke Malang. Jadi himanya Undip datang berkunjung ke himanya Universitas Brawijaya di Malang. Dia mantan ketua hima UB pada masanya. Dan di situlah kami dipertemukan secara tidak sengaja. Bertahun-tahun berlalu sampe akhirnya masa skripsian itu tiba.
Rada kesulitan emang mencari tinjauan pustaka dari skripsi yang gue garap ini
Di UI aja ngga ada, di Unpad juga. Cuma ada di Malang ya di UB itu, ada satu skripsi anak sana yang temanya mirip sama tema gue. Di situlah awal perkenalan gue dengan bang Ubay bermula.
....
Bisa dikatakan hampir lulus tepat waktu.
Setelah kurang lebih 5/6 bulan pengerjaan skripsi. Dengan total 4 bulan pengerjaan dan 2 bulan mager. 1-2 bulan pertama semua masih baik-baik aja. Dan gue kelar sampe ke bab 2. Tapi ketika mau masuk bab 3, subhanallah godaannya banyak. Segala patah hati sama anak jurusan sebelah. Segala ngga ada buku refrensilah. Segala ngga ada bayanganlah. Pokoknya gue mandek dari pertengahan Juni sampe awal Agustus. Ada segala macem tantangan yang menurut gue di situlah sisi seninya skripsi.
Setelah sekian tahun lowong entah kenapa gue sempet kepikiran naksir sama anak teknik yang kebetulan ketemu pas lagi qqn. Bagi gue pribadi qqn adalah cerita yang pada akhirnya ngga ingin gue inget lagi. Bukan buat gue aja, tapi juga buat ke tiga anggota Janda lainnya yang suatu hari akan gue tulis di part sendiri.
Jatuh cinta itu manusiawi lah ya ?
Dan patah hati juga hal yang wajar karena itu salah satu konsekuensinya.
Tapi mungkin waktu itu gue ngga siap. Jadi gue lari. Menjauh dari temen-temen dan peradaban. Tapi alhamdulillah, 'langit' masih memberi kesempatan kepada gue untuk mencoba mensyukuri dan mengambil hikmah dari semua kejadian.
Selama satu setengah bulan itu gue menjauh dari semua lingkar temen-temen gue. Tapi ada satu lingkaran yang ngga akan bisa gue jauhin.
Keluarga.
Selama satu setengah bulan itu entah kenapa tuhan membuat gue sadar bahwa sejauh apapun kaki berlari, keluarga adalah rumah untuk kembali pulang.
Kalian boleh lari dari masalah, tapi cuma sesaat untuk mengisi kembali energi positif yang terbuang. Dan pada saatnya, kalian harus tetap kembali dengan kehidupan yang baru.
Pilihannya, memaafkan atau berdamai. Dan kedua hal itulah yang seharusnya dilakukan. Tapi itu bukan hal yang mudah. Karena manusia tetap punya sisi amarah dan kecewa yang bisa meledak setiap saat. Percayalah, selalu ada jalan. Dan kalian pasti akan menemukan cara masing-masing.
Hikmah lainnya yang gue ambil dari peristiwa itu adalah, gue jadi bisa kumpul lagi bareng temen-temen lama. Termasuk temen TK. And you know what, kabar apa yang gue dapet? Doi mau menikah di awal september dan gue harus ada di sana.
Itu rasanya kaya, ngga percaya aja gitu
. Baru kemaren kita main gobak sodor barengan, tapi tahu-tahu bulan depan dia udah mau jadi istri orang. Sedangkan gue skripsi aja belom kelar dan masih ngegantung.
Akhirnya dari situlah gue bertekad untuk segera ngelarin skripsi dan bisa bantu-bantu di nikahan Karin.
Berkat bantuan Bang Ubay, gue juga bisa nemuin kontak si Mas Mas UB yang punya skripsi. Dan doi bersedia kirim semua data skripsinya dia tanpa harus datang ke Malang.
Hampir setiap hari kita chattingan, dia di Jepang gue di Semarang. Tapi bukan chatt yang isinya gimana-gimana. Melainkan motivasi-motivasi ataupun semacam teori tambahan tentang skripsi yang ngga akan gue dapet di sekolah formal manapun. Kata-katanya yang paling gue inget adalah 'jangan cuma buka hp doang setiap hari. Skripsi juga tetep harus dibuka'. Atau kalimatnya yang ini 'setiap hari harus ada progress. Biarpun cuma satu paragraf, itu tetep progress'. Kemudian ada satu quote dari Einstein yang katanya menginspirasi dia juga. Bunyi quotenya begini 'insanity: doing the same thing over and over again expecting the differrence results'. Kayanya si begitu inshaa Allah.
Setiap minggu bahkan hampir setiap hari gue dateng ke kampus untuk bimbingan. Pagi hari bantuin beberes rumah sodara dulu. Sarapan mandi, ngerjain skripsi bentar, siangan ke kampus nyerahin draft ke dosen, koreksi, kerjain lagi sampe sore. Malemnya gue ngajar les sampe sekitar jam 9. Terus gue pulang, ngerjain bentar satu atau dua jam. Dan begitu seterusnya selama satu bulan penuh. No main, no hangout, no nonton. Hidup cuma bener-bener untuk di depan leptop. Sampe-sampe ngga sadar kalo minus gue nambah.
Setelah ritme kehidupan yang membosankan itu, tepat pada tanggal 30 Agustus youshi gue Acc. Hanya dalam waktu sebulan gue bisa ngelarin bab 3,4 dan youshi. Dan dosenpun sudah mengijinkan untuk daftar sidang.
Cuma karena gue udah janji mau bantuin nikahan Karin, daftar sidangpun gue tunda. Gue langsung pulang hari itu juga ke kampung halaman.
Naro tas, mandi ke rumah Karin sampe jam 3 subuh. Jam 6 pagi gue udah di situ lagi sampe acara kelar. Kalian boleh bilang ini lebay but, buat sahabat gue yakin kalian juga akan melakukan hal yang sama.
Tanggal 2 September gue balik lagi ke Semarang untuk urus persiapan sidang. Semua persyaratan sudah gue penuhin. Dan gue yakin akan wisuda bulan Oktober nanti. Tapi ada satu hal yang gue lupain. Dalam hidup ini, bukan cuma usaha manusia yang bekerja. Tapi juga ada 'langit' yang lebih tahu mana yang terbaik buat diri manusia. Meskipun, kadang itu ngga sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Entah dengan alasan yang sampai hari ini gue ngga ngerti, waktu itu menjelang beberapa hari sidang dilaksanakan, nama gue dicoret dari calon peserta sidang skripsi bulan september.
Guys, gatau lagi rasanya waktu itu kaya gimana. Rasanya gue pengen protes dan marah-marah. Tapi untungnya, sensei pembimbing gue sangat sabar dan mencoba memberi pengertian. Demi beliau, gue ngalah dan ngga jadi protes.
Akhirnya, sidang guepun mundur hampir sebulan.
Tanggal 5 Oktober 2016, sekitar pukul 3 sore. Gelar Sarjana Humaniora itu resmi ada di belakang nama gue. Yah, rasanya cukup lega dan ngga percaya bisa lulus hampir tepat waktu. Karena di SKL ditulisnya lulus selama 4 tahun 5 hari. Masih geli-geli dongkol juga sih kalo keingetan. Tapi pada akhirnya gue sadar, everything happens for a reason. 'Langit' lebih tahu mana yang baik buat kita.
Untuk semua orang yang terlibat dalam pembuatan skripsi Caya, terima kasih banyak. Tanpa support dari kalian belum tentu sekarang Caya ada di Solo :).
dan aku kira hanya aku saja mahasiswa bkj saat ini yang tau Fujita Maiko...., btw skripsinya terimakasih banyak kak jadi referensi pengerjaan skripsi aku :)
BalasHapus